Pemprov Bengkulu Siapkan Skema Pinjaman Rp 2 Triliun ke BJB

Infrastruktur Jadi Prioritas

Plt. Kepala BPKAD Provinsi Bengkulu, M. Rizqi Al Fadli. Foto/Dok: MC-Ist

NEINEWS, BENGKULU — Pemerintah Provinsi Bengkulu membuka opsi pembiayaan kreatif melalui pinjaman daerah ke Bank Jabar Banten (BJB) guna mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur, terutama sektor jalan provinsi. Langkah ini dinilai sebagai respons taktis atas kian sempitnya ruang fiskal daerah pasca pemangkasan Transfer Keuangan Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat.

Pemangkasan TKD untuk Bengkulu pada tahun 2025 mencapai Rp172 miliar, dengan tekanan paling signifikan di sektor Pekerjaan Umum (Rp122 miliar). Padahal, data menunjukkan masih ada 36,4% atau 484 kilometer jalan provinsi dalam kondisi tidak mantap, yang berdampak langsung pada aksesibilitas dan perputaran ekonomi lokal.

“RUU APBN 2026 sudah menunjukkan sinyal bahwa efisiensi TKD akan berlanjut. Itu artinya, Pemprov harus bersiap memperluas ruang fiskal dengan cara-cara yang tetap akuntabel, salah satunya lewat skema pinjaman daerah,” ujar Plt. Kepala BPKAD Provinsi Bengkulu, M. Rizqi Al Fadli, Rabu (27/8/2025).

Pinjaman Tak Liar, Tapi Terukur

BPKAD menegaskan bahwa pinjaman ini bukan langkah gegabah. Pemerintah provinsi telah membentuk tim kajian lintas sektoral, yang hasilnya merekomendasikan BJB sebagai mitra strategis, dengan pertimbangan portofolio pinjaman daerah yang sehat.

Mengacu pada PMK Nomor 75 Tahun 2024 tentang manajemen risiko fiskal, Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Pemprov Bengkulu dinyatakan memenuhi syarat. Artinya, daerah dianggap mampu membayar kembali pinjaman tanpa menimbulkan risiko fiskal jangka panjang.

“Estimasi kebutuhan mencapai Rp2 triliun, tapi tetap akan disesuaikan dengan kapasitas fiskal kita. Rencana tenor 4 tahun, 2026–2029, juga kami pastikan tidak melampaui masa jabatan kepala daerah,” kata Rizqi.

Berbasis Regulasi, Berorientasi Publik

Skema pembiayaan ini mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2024 dan PP Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional. Pemprov menyebut ini sebagai bentuk creative financing yang legal, bukan akal-akalan fiskal.

Menariknya, proyek-proyek yang dibiayai pinjaman ini akan dibatasi pada infrastruktur produktif, dengan studi kelayakan teknis dan ekonomi yang wajib dilalui. Selain itu, rencana penggunaannya akan dimasukkan dalam pembahasan APBD 2026 bersama DPRD, serta dibuka ruang partisipasi dan masukan dari publik.

“Pinjaman daerah bukan dosa fiskal selama dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Yang penting transparan, akuntabel, dan hasilnya benar-benar terasa untuk rakyat,” tegas Rizqi.

Catatan Kritis

Langkah ini tentu patut diapresiasi sebagai wujud adaptasi fiskal di tengah tekanan transfer pusat. Namun, tantangan utama bukan hanya pada teknis pengajuan pinjaman, tapi juga pada disiplin implementasi proyek, pengawasan anggaran, dan komitmen menjaga rasio utang daerah tetap sehat.

Arah kebijakan ini sekaligus menjadi sinyal bahwa Bengkulu tengah mencoba berpikir di luar kebiasaan anggaran, asalkan tetap berada dalam koridor hukum dan etika fiskal. (MC)

Editor: Alfridho Ade Permana