Kurangnya Tenaga Pengajar, Bripda Santoni Mengabdi Sebagai Guru di SD Perbatasan Kalbar

Bripda Santoni Abui
Bripda Santoni Abui

Jakarta, Neinews.Org – Bripda Santoni Abui tidak hanya dikenal sebagai Bhabinkamtibmas, tetapi juga sebagai polisi yang mengajar anak-anak di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Dia turut berperan aktif dalam pendidikan di SD Negeri 7 Kapot, Desa Tangguh, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, yang mengalami kekurangan tenaga pengajar.

Bripda Santoni menjelaskan bahwa dirinya telah bertugas di Polsek Siding, Polres Bengkayang, selama lebih dari dua tahun. Namun, ia baru mulai mengajar di SDN 7 Kapot sekitar tujuh bulan terakhir.

“Kebetulan di dekat Polsek, ada SD 7 Kapot. Saya bertemu dengan guru dan murid di sana, dan mereka bercerita tentang kekurangan tenaga pengajar, sehingga para guru kewalahan mengajar dari kelas 1 hingga kelas 6,” ujar Bripda Santoni . Ia diusulkan oleh Polda Kalbar dalam program Hoegeng Corner 2024.

Sebagai warga Kecamatan Siding, Bripda Santoni merasa peduli terhadap pendidikan di SDN 7 Kapot. Ia pun berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk membantu mengajar, khususnya materi wawasan kebangsaan dan pelatihan baris berbaris (PBB). “Meskipun saya sering berhalangan karena tugas, saya mencoba memanfaatkan waktu luang untuk mengajar,” katanya.

Terkait jadwal mengajarnya, Bripda Santoni menjelaskan bahwa waktu mengajarnya fleksibel, bergantung pada jadwal tugasnya sebagai Bhabinkamtibmas. Ia harus hadir di Polsek Siding dan mengikuti rapat koordinasi tingkat desa.

Perjalanan dari rumahnya di Sungkung ke SDN 7 Kapot memakan waktu sekitar tiga jam jika cuaca baik, tetapi bisa memakan waktu hingga setengah hari saat hujan karena kondisi jalan yang sulit dilalui. “Kalau dari Polsek, sekitar setengah jam. Jalannya sudah cukup baik, sebagian aspal dan sebagian kerikil,” katanya.

Bripda Santoni juga menjelaskan bahwa sebagian besar guru di SDN 7 Kapot berasal dari luar daerah. Dengan hanya lima orang guru, mereka menerapkan sistem rotasi atau bergilir untuk mengajar dan pulang ke kampung halaman masing-masing. “Misalnya, ada guru yang tinggal di kabupaten lain, mereka pulang beberapa minggu sekali, dan sistemnya bergilir,” terang Bripda Santoni.

Ia mengajar sekitar 13 siswa di SDN 7 Kapot, meskipun total jumlah siswa di sekolah tersebut lebih dari 30 orang. “Saat ini, saya mengajar dua materi, yaitu wawasan kebangsaan dan PBB,” ujarnya.

Dalam mengajar wawasan kebangsaan, Bripda Santoni memberikan contoh konkret dan berusaha memotivasi siswa agar tetap semangat belajar dan tidak berhenti sekolah untuk bekerja ke Malaysia. “Banyak warga di sini yang pergi ke Malaysia, ada yang tidak mau sekolah karena kekurangan guru dan semangat belajar yang kurang. Saya berusaha memberikan pandangan bahwa kita adalah warga negara Indonesia, kita lebih beruntung dari segi wilayah,” jelasnya.

Ia menambahkan, “Lebih baik kita tetap di kampung, bisa bersekolah, kalau tidak ada biaya kuliah, kita bisa berkebun atau bertani. Di sini sudah tradisi bertani dan berladang. Saya ingin mereka tahu bahwa bekerja di Malaysia belum tentu aman, apalagi jika masuk secara ilegal.”

Bripda Santoni berharap kehadirannya di SDN 7 Kapot dapat memotivasi siswa untuk terus mengejar cita-cita mereka dan tidak berhenti sekolah. “Saya berharap, dengan adanya kami di sana, mereka bisa termotivasi. Sebelumnya, mereka tidak ada contoh untuk memotivasi mereka. Kami ingin menunjukkan bahwa meskipun saya seorang polisi, saya bisa mengajar dan membantu. Mereka juga bisa sukses jika semangat belajar,” pungkasnya.

 

Sumber : detik.com