Aliansi Raflesia Mekar Saat Aksi Demonstrasi di depan Kantor Gubernur Bengkulu. Selasa, 22 April 2025. Foto/Dok: Ist
NEINEWS, BENGKULU – Memperingati Hari Bumi 2025, Aliansi Raflesia Mekar yang terdiri dari BEM KBM UNIB, BEM UMB, GMNI Bengkulu, IMM Bengkulu, serta WALHI Bengkulu, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Bengkulu, Selasa (22/04/2025).
Aksi ini menyoroti berbagai krisis ekologis yang kian memperparah kondisi lingkungan hidup di Provinsi Bengkulu.
Aliansi menyatakan bahwa Bengkulu sedang berada dalam status Darurat Lingkungan. Sejumlah isu strategis diangkat dalam aksi ini, mulai dari keberadaan PLTU Teluk Sepang yang dianggap menyumbang energi kotor dan mempercepat krisis iklim, hingga permasalahan agraria yang belum terselesaikan.
“PLTU Teluk Sepang jelas menambah beban krisis iklim global. Emisi karbonnya memperparah pemanasan global, mencemari udara, laut, dan tanah. Ini proyek yang harus segera dievaluasi, meskipun berlabel Proyek Strategis Nasional (PSN),” tegas massa aksi.
Tak hanya itu, isu pendangkalan Pelabuhan Pulau Baai juga menjadi sorotan. Pendangkalan ini disebut telah menghambat aktivitas logistik, menaikkan harga komoditas hingga tiga kali lipat, serta meminggirkan akses masyarakat lokal. Akar masalahnya disinyalir akibat sedimentasi alamiah yang diperparah oleh lemahnya pemeliharaan dan pengawasan dari pihak Pelindo dan KSOP.
Aliansi juga mendesak Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mengevaluasi perusahaan-perusahaan perkebunan yang tidak memiliki kejelasan izin usaha dan hak guna usaha (HGU). Penyerobotan tanah oleh perusahaan dan kriminalisasi terhadap petani serta masyarakat adat menjadi fakta yang bertolak belakang dengan slogan Gubernur “Bantu Rakyat”. Aliansi menilai, yang dibantu justru korporasi.
Salah satu isu krusial lainnya adalah rencana penurunan status kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi di Bukit Sanggul, Seluma, untuk kepentingan tambang emas PT ESDM. Proyek yang tinggal menunggu penandatanganan rekomendasi PPKH oleh Gubernur Helmi Hasan ini dinilai akan mengancam kelestarian flora-fauna endemik, mencemari DAS Seluma, serta mengeringkan sumber air masyarakat.
“Pemerintah Provinsi seolah pura-pura tidak tahu. Padahal IUP PT ESDM sudah terbit sejak 2010 hingga meningkat ke tahap operasi produksi di Januari 2025. Ironisnya, dokumen penting proyek ini pun tidak dimiliki oleh Pemprov,” ungkap Dodi Faisal, Direktur Eksekutif WALHI Bengkulu.
Koordinator aksi, Teo Ramadhan Z yang juga menjabat Presiden Mahasiswa UNIB mengecam keras sikap abai Pemprov. Terlebih, Gubernur Bengkulu tak hadir langsung menerima aspirasi mahasiswa.
“Kami beri tenggat waktu tujuh hari. Sudah ada berita acara ditandatangani Asisten II Pemprov, dan kami akan kawal hingga ada jawaban. Jika tuntutan ini diabaikan, kami akan hadirkan gelombang massa yang lebih besar,” ujar Teo.
Aliansi juga menyerahkan pernyataan sikap yang ditujukan kepada Gubernur Bengkulu, dengan empat poin utama:
Gubernur Bengkulu akan menindak tegas segala bentuk perusakan lingkungan hidup.
Gubernur Bengkulu akan menyelesaikan konflik agraria dan menindak perusahaan tanpa izin yang jelas.
Gubernur Bengkulu akan membela masyarakat yang dikriminalisasi oleh korporasi.
Gubernur Bengkulu menolak pertambangan emas PT ESDM dan akan merekomendasikan pengembalian status hutan lindung Bukit Sanggul Seluma.
Aksi ditutup secara damai. Massa membersihkan area aksi sebagai simbol komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan konsistensi perjuangan mereka ke depan.
Editor: Alfridho Ade Permana