Prof. Dr. Iskandar Nazari, S.Ag., M.Pd., M.S.I., M.H., Ph.D. Foto/Dok: Ist
NEINEWS, Jambi — Di tengah derasnya arus pendidikan berbasis angka, satu nama mencuat dari tanah Jambi membawa cahaya berbeda: Prof. Iskandar Nazari. Ia bukan sekadar akademisi. Ia adalah anak kampung dari pelosok Kerinci yang menolak tunduk pada keterbatasan. Dari menyopir mobil pickup hingga mengisi bensin di SPBU Malaysia, kini ia berdiri tegak sebagai Guru Besar Psikologi Pendidikan dan pencetus Ruhiologi, sebuah gagasan radikal yang mengguncang lanskap pendidikan modern.
Selasa, 14 Mei 2025, Auditorium UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi menjadi saksi perjalanan sunyi yang akhirnya bersuara. Di hadapan para profesor, ulama, keluarga, dan mahasiswa, Prof. Dr. Iskandar Nazari, S.Ag., M.Pd., M.S.I., M.H., Ph.D. resmi dikukuhkan sebagai Profesor. Tapi bukan gelarnya yang mencengangkan—melainkan gagasannya: Ruhiologi.
“Pendidikan kita hari ini cerdas, tapi sering kehilangan arah. Ruhiologi hadir untuk menuntun kembali—agar kecerdasan tak kehilangan ruh.”
Anak Desa Ujung Pasir, Langitnya Kini Mendunia
Lahir dari pasangan sederhana—ayah seorang guru SD yang tak lulus sarjana, dan ibu yang tak tamat sekolah dasar—Iskandar kecil tumbuh dalam peluh dan doa. Ia sekolah sambil membawa ayam ke pasar, menyadap karet, hingga ngaji malam hari di surau.
Ia pernah bercita-cita jadi perwira TNI. Gagal. Ia kembali ke desa, membawa bebek ke pasar, jualan tanah, dan mengangkut kayu. Tapi mimpi tak pernah ia kubur. Ketika sang kakak diwisuda S2, ia tersentak: “Ilmu adalah jalan hidup saya.”
S2 ia lakoni di Padang sambil bekerja. Lalu nekat ke Malaysia untuk S3, bekerja malam di SPBU Petronas sambil kuliah siang. Di sela waktu, ia menulis dan berdialog dengan Tuhan. Dari sanalah Ruhiologi mulai disusun: pelan, dalam, dan menyala.
Dari SK Satpam Hingga Profesor
Tahun 2009, ia kembali ke Jambi. Tak langsung jadi dosen. Justru dipekerjakan sebagai staf ahli rektor lewat SK Satpam karena statusnya belum jelas. Tapi ia terima. “Ilmu bukan soal gaji. Ilmu soal keberkahan,” ucapnya lirih.
Dari situlah ia menulis puluhan karya, buku, dan membangun fondasi Ruhiologi: kecerdasan ruhani (RQ) sebagai pusat integrasi semua kecerdasan—IQ, EQ, SQ, hingga AI.
Gagasannya kini menjadi landasan pendidikan di Lembaga Diniyyah Al Azhar Jambi. Ia menjabat berbagai posisi: Ketua LPM, Kepala SPI, Dekan, Direktur Quality Assurance, hingga pendiri Ruhiology Quotient Institute.
Dukungan Keluarga dan Testimoni Tokoh Bangsa
Istrinya, Denny Defrianti, adalah sahabat dan mitra perjuangan. Anak dan keluarga besar menjadi mata air kekuatan. Ia juga tak lupa menyebut guru-gurunya: Prof. Mukhtar, Prof. Matinis Yamin, Prof. Hadri Hasan, Prof. Su’adi, Prof. As’ad, dan Prof. Kasful sebagai mata rantai keberhasilannya.
Tak tanggung-tanggung, tokoh nasional seperti Prof. Fasli Jalal, Prof. Amin Abdullah, dan Prof. Imam Suprayogo menyebut Ruhiologi sebagai “arah baru pendidikan Islam di Indonesia.”
Penutup yang Bukan Akhir
Dengan mata berkaca, Prof. Iskandar membacakan pantun:
Angin pagi menari di taman,
Burung berkicau saling menyapa.
Tanpa ruh, ilmu bisa menyimpang,
Dengan ruh, kecerdasan jadi amanah yang nyata.
Ruhiologi bukan hanya gagasan. Ia adalah gerakan jiwa. Di tengah zaman yang mengukur segalanya dengan angka dan ranking, Prof. Iskandar hadir sebagai pengingat: bahwa pendidikan sejatinya membentuk manusia yang utuh—berakal dan berhati, cerdas dan bertakwa.
Editor: Alfridho Ade Permana