Total utang pemerintah Indonesia per 31 Desember 2023 yaitu mencapai Rp8.144,69 triliun. Jumlah tersebut meningkat Rp103,68 triliun dari bulan lalu yang sebesar Rp8.041,01 triliun. Peningkatan tersebut juga meningkatkan rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) dari bulan sebelumnya sebesar 38,11% meningkat menjadi 38,59% pada akhir tahun 2023, akan tetapi menurun bila dibandingkan tahun 2021 dan 2022
Kementerian Keuangan menuliskan dalam Buku APBN KiTA, nilai rasio utang di tahun 2023 lebih rendah dari tahun 2022 (39,70% PDB) dan tahun 2021 (40,74% PDB). Rasio tersebut berada di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara dan lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2023-2026 di kisaran 40%.
Ada dua jenis utang pemerintah: Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Hingga Desember 2023, sebagian besar utang pemerintah didominasi instrumen SBN (88,16%) dan sisanya sebesar 11,84% berupa pinjaman. Utang negara dalam bentuk SBN secara spesifik berjumlah Rp 7.180.710 miliar yang terbagi atas:
- SBN domestik senilai Rp 5.808,13 triliun yang diperoleh dari Surat Utang Negara senilai Rp 4.700,60 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) senilai Rp 1.107,53 triliun.
- SBN valuta asing per Desember 2023 sebesar Rp1.372,58 triliun yang mencakup Surat Utang Negara sebesar Rp 1.034,08 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 338,50 triliun.
Utang negara dalam bentuk pinjaman berjumlah Rp963,98 triliun yang mencakup pinjaman dalam negeri Rp34,05 triliun dan pinjaman luar negeri Rp929,93 triliun. Rincian pinjaman luar negeri sebesar Rp929,93 triliun terbagi atas bilateral Rp274,85 triliun, multilateral Rp566,86 triliun, dan commercial banks Rp88,22 triliun.
Profil jatuh tempo utang pemerintah Indonesia sampai akhir Desember 2023 bisa dianggap cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) sekitar 8 tahun.