Walikota Bengkulu, Dedy Wahyudi Menerima Buku Catatan Hasil Pemeriksaan dari BPK usai Rapat Exit Meeeting di ruang rapat Hidayah II, Jumat (2/5/2025). Foto/Dok: Ist-MC
NEINEWS, Bengkulu — Pemerintah Kota Bengkulu kembali menaruh harap besar untuk meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebuah status yang telah diraih selama enam tahun terakhir.
Walikota Bengkulu Dedy Wahyudi menyampaikan optimisme itu usai mengikuti rapat exit meeting pemeriksaan laporan keuangan tahun anggaran 2024 di ruang rapat Hidayah II, Jumat (2/5/2025).
“Yang jelas kita sudah enam kali berturut-turut meraih WTP. Dan tahun ini, kita ingin kembali memperolehnya. Terhadap temuan, pasti akan segera kita selesaikan,” ujar Dedy.
Namun di balik kalimat optimis itu, terdapat pertanyaan lama yang kerap muncul setiap tahun: apakah WTP sekadar simbol administratif, atau benar-benar cerminan tata kelola anggaran yang berdampak ke rakyat?
Dedy mengakui masih ada catatan dari BPK yang harus ditindaklanjuti. Tapi ia menegaskan bahwa mekanisme itu adalah bagian dari proses yang wajar.
“BPK adalah lembaga negara yang mengaudit penggunaan uang negara melalui sistem akuntansi pemerintah. Dalam audit, pasti ada temuan, dan kita diberi waktu untuk menyelesaikannya,” jelasnya.
Perwakilan BPK, Antik Safitri, menyampaikan bahwa pemeriksaan terinci telah berlangsung selama 25 hari sejak 8 April. Ia menyebut mayoritas temuan bersifat minor.
“LHP akan kami serahkan paling lambat tanggal 26-27 Mei. Sampai saat itu, kami tetap butuh komunikasi intensif, khususnya dengan BPKAD dan Inspektorat,” ungkap Antik.
Pada momen tersebut, BPK juga menyerahkan buku catatan hasil pemeriksaan yang diterima langsung oleh Walikota. Hadir pula para pejabat eselon II Pemkot, termasuk Plt Sekda Tony Elfian, Inspektur Eka Rika Rino, Kadis PUPR Noprisman, dan lainnya.
WTP memang penting sebagai indikator kepatuhan administratif. Namun banyak kalangan menilai bahwa predikat itu belum tentu mencerminkan kualitas pengelolaan anggaran yang benar-benar berkeadilan dan berdampak sosial.
Selama masyarakat masih kesulitan mengakses layanan dasar secara layak, WTP hanyalah pujian atas keteraturan dokumen, bukan keberhasilan kebijakan. (MC)
Editor: Alfridho Ade Permana