PP TUNAS: Negara Hadir Lindungi Anak di Rimba Dunia Digital

Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, dalam Podcast Merdekast di Jakarta Selatan, Jumat (2/5/2025). Foto/Dok: Ist

NEINEWS, Jakarta – Negara tak lagi tinggal diam. Di tengah derasnya arus informasi digital yang tak selalu bersahabat, pemerintah kini mempertegas keberpihakan kepada anak-anak dan kelompok rentan melalui hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak—dikenal sebagai PP TUNAS.

Regulasi ini resmi diteken pada 28 Maret 2025 dan berlaku mulai 1 April 2025. Ia hadir sebagai jawaban konkret atas kegelisahan publik: siapa yang melindungi anak-anak ketika layar gawai mereka tak lagi jadi jendela ilmu, melainkan lorong gelap eksploitasi, kekerasan, dan manipulasi?

“PP TUNAS adalah bentuk kehadiran negara. Kita ingin ruang digital ini aman, sehat, dan berkeadilan,” tegas Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid, dalam Podcast Merdekast di Jakarta Selatan, Jumat (2/5/2025).

Konten Nakal dan Algoritma Berbahaya

Dalam paparannya, Meutya tak segan mengungkap realita pahit: banyak platform digital justru membuka celah bagi konten berbahaya menjangkau anak-anak. “Ini bukan semata urusan algoritma. Ada aplikasi-aplikasi yang memang nakal, sengaja mengarahkan konten tak layak ke kelompok rentan,” ujarnya.

Data menunjukkan, 48 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak di bawah usia 18 tahun. Angka ini menjadi alarm. Di balik semua peluang digital, ada bahaya yang mengintai di balik klik dan scroll.

PSE Tak Bisa Lagi Lepas Tangan

PP TUNAS memuat tanggung jawab tegas bagi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Mereka wajib menyaring konten berisiko, menyediakan kanal pelaporan yang mudah diakses, hingga menyiapkan mekanisme remediasi cepat dan transparan.

Verifikasi usia pengguna, pengamanan teknis, dan perlindungan data pribadi menjadi kewajiban mutlak. Jika abai, sanksinya bukan main-main: dari teguran administratif hingga pemutusan akses platform.

“Ini soal keberanian negara melindungi rakyatnya,” kata Meutya.

Ekosistem Aman, Untuk Semua

Meski fokus pada anak, regulasi ini bukan soal satu kelompok saja. “Kalau ruang digital aman buat anak, maka otomatis aman buat semua,” ujar Meutya. Ia menganalogikan ruang digital sebagai pasar: harus ada aturan main yang jelas agar setiap orang merasa nyaman.

Kolaborasi Jadi Kunci

PP TUNAS juga membuka ruang kolaborasi. Pemerintah tak berjalan sendiri. “Kami ajak semua pihak berdialog. Banyak platform yang niatnya baik, dan kita apresiasi. Tapi kalau ada yang menyalahgunakan ruang digital, negara wajib hadir,” tandasnya.

PP TUNAS adalah langkah penting menuju ekosistem digital yang beretika, inklusif, dan berpihak pada kepentingan nasional. Di era di mana algoritma bisa jadi alat eksploitasi, regulasi seperti inilah yang memastikan: masa depan anak-anak Indonesia tak tergadai di balik layar.

Editor: Alfridho Ade Permana